Cerita Profesi Part Terakhir

its_dibah

--

Ambilah cerita kepada orang yang tepat

Ini mungkin sedikit klise, tapi jika diizinkan untuk memutar waktu maka saya akan memberi tahu diri saya untuk ambilah cerita dengan orang yang tepat. Cerita tak hanya tentang pengalaman, terlalu sempit jika kita hanya sharing keluh kesah dan sambatan selama profesi. Dan bukan itu pula yang aku harapkan, walau sesekali bisa menjadi peringatan untuk mengatur waktu.

Wajar bisa seorang ‘newbie’ untuk riset dan menyusun strategi sebelum turun ke meda perang. Terlalu berlebihan untuk mengatakan ‘medan perang’ sebenarnya, karena yang kau temui sebagai musuh adalah dirimu. Saya belajar dari teman sekelompok untuk melakukan riset setidaknya cukup tahu hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan, itu sangat membantu.

Sedikit yang bisa saya siapkan, tapi dari sekian cerita yang saya dapati semuanya memiliki tujuan sama yaitu ‘berkeluh kesah’. Saya hampir melupakan bagaimana nikmatnya menuntut ilmu, yang kalau dipahami betul, menuntut ilmu adalah bagian dari penderitaan juga. Tapi itu adalah tujuan utama dari mengambil profesi dan bersikap professional. Semua perlu waktu untuk beradaptasi untuk mengasah kompetensi yang kontributif.

Beruntungnya perjalanan dari RSA ke Sardjito saya lebih banyak mengambil hal-hal baik dari pengalaman professional para ekpertise. Sama seperti rencana saya ke depannya, saya akan membagikan cerita-cerita hebat dari balik nama RSA dan Sardjito agar bisa diambil pelajaran dan pengalaman professional bagi para pembelajar lainnya.

Selagi di ICU

Saya masih ingat bagaimana pesan Bu Meike sesaat setelah konsultasi kasus besar di ruang kuliah. “Mampukan dirimu di bidang yang kamu tekuni”. Terdengar sederhana tapi ini adalah tugas yang sangat berat dan panjang. Tentu saja, memampukan diri adalah tugas setiap orang, bagi mereka yang paham, terlebih belajar adalah tugas seumur hidup. Ilmu pengetahuan selalu berkembang dan semakin banyak variasi penyakit dan diet yang masih menunggu untuk dipelajari.

Walau kebanyakan professional telah memiliki kompetensi khusus dan sudah terlatih dengan keadaan lapangan yang penuh kejutan, tetap saja belajar akan menjadi tugas semua orang. Tidak hanya meng-update jurnal setiap saat, tapi juga belajar untuk membesarkan hati terhadap keadaan.

Saya paham benar, walau hanya sekian hari bertemu dengan expertise tersebut, rasanya mereka telah dan akan memberikan seluruh pengabdian kepada bidang ini. Terutama karena ini menyangkut hidup mati seorang pasien. Tapi di sanalah mereka temui apa yang dinamakan ‘persuit of impact’. Jika hanya ilmu pengetahuan dan keterampilan, maka seluruh ahli gizi bisa memilikinya. Apalagi hanya STR atau ijazah sarjana, lalu apa yang membedakan?

Keteladanan. Saya melihat benar bagaimana profesionalitas berbicara dengan aksi tak hanya kata-kata di kertas atau pun draft narasi belaka. Mereka adalah professional dengan apa yang mereka lakukan, menjadi totalitas dan berkelas sesuai dengan passion dan kewajiban.

Sekian dan Terima Kasih.

--

--

No responses yet