The Untold Scent: Ananta Cendana
Aku masih ingat saat akan memasuki lift dan akan menutupnya, seorang lelaki besar menahan pintu dengan tangan kanannya. Otomatis jariku menekan tombol buka dan mempersilahkannya masuk. Ia bergegas dan seketika menyandarkan badannya di pojokan, sembari meraih pegangan lift dan berkata, “Saya butuh waktu sendirian mba,” lalu tersenyum. Rupanya ia menangkap mimikku yang bingung melihatnya sedari tadi, seolah menahan lelah yang sangat. Kami hanya berdua di lift, namun ruangan sempit ini terasa sangat berat dan sesak. Sepintas ada suara ramai menyebrang dari dalam dan luar. Seolah ada banyak orang mendesak mencari tempat bersandar. Ahh, ternyata bukan. Rupanya isi kepalaku yang sedang tak karuan.
‘Aku butuh waktu sendiri’ bisikku pelan.
(Hari ke-3 PK)
_________________________________________________________________
Jika kamu pernah menonton The Secret Life of Mitty Walter, dimana dia memperoleh 1 minggu perjalanan luar biasa yang akan mengubah pandangan hidupnya. Maka, seperti itulah perjalanan PK kali ini, setidaknya bagiku. Mungkin efek lelah dan bosan dengan rutinitas sehingga bertemu orang dan perspektif baru bisa sangat melegakan. Tapi lebih dari itu, persis seperti apa komitmen ku dengan Sang Pencipta, maka itu pula yang aku dapatkan.
Sejak awal selalu berdoa untuk dipertemukan dan bisa belajar dengan mereka yang luar biasa. Karena aku menyadari tidak mungkin untuk mengenal dalam satu per satu 317 orang dalam 3 malam. Kecuali aku punya kagebunshinojutsu dan melipatgandakan diri lalu berlari ke sana ke mari mencari informasi. Ah rasanya tidak mungkin. Persis seperti mengambil makanan buffet yang tidak mungkin akan bisa mencoba semuanya, maka kita hanya akan memilih sesuai selera saja. Toh, tidak masalah jika tidak mencicipi semuanya, selama kita merasa puas, kenyang, dan tenang maka itu cukup.
Terlebih memulai pembicaraan dan basa-basi adalah bukan keahlianku. Namun setidaknya dari panitia sudah disediakan template untuk para introvert: Lanjut ke mana kak? Asal dari daerah mana? Sudah ada akom? dan pertanyaan ringan lainnya. Hal ini sangat membantu. Tapi bukan itu yang akan kuceritakan. Ada banyak hal ringan namun berarti yang kupelajari dari lingkungan sekitar.
- Aku melihat dedikasi dan totalitas luar biasa dari Kak Meyeng dan Kak Amal. Walau terkadang sorot mata mereka memancarkan lelah, namun kuakui tidak semua orang bisa mengerahkan lelah menjadi senyum sumringah setiap saat. Masih ingat bagaimana suara kak Amal yang menggebu saat di zoom pertama kali mengenalkan diri, dan seperti itu pula tone-rhyme yang sama sekali tidak berubah setiap berbicara. The most energetic persons and positive in PK.
- Kak Uta, yang tiba-tiba tambah umur dan berkurang usia di hari ke dua PK. Sebagai tim acara, Kak Uta tetap bisa santai dan kalem, bahkan saat panik. I can see she is a gentle and compact women, dari cara bicara dan berjalannya yang cepat. I really appreciate the way she trusted us. Terlebih dia adalah orang yang sangat well-prepared dan suka memperhatikan detail, sebagai tim acara Kak Uta juga bantu talent buat nyiapin perlengkapan. Koordinasi jauh di waktu yang singkat bukanlah pekerjaan mudah. Thank for being a good sister and partner.
- Ada bapak Sam, atau Kak Sam, karena lebih senang dipanggil Kak. Sejak awal zoom aku sudah paham jika Kak Sam memang jauh lebih dewasa dan bijak dari yang lainnya. Apalagi saat mengetahui usianya jauh di antara anggota opening ceremony lainnya. Seperti supervisor yang memberi arahan dan support mental. Di tengah kekalutan koordinasi, Kak Sam selalu bertindak tenang dan santuy. Terkadang kocak, hal ini pula yang membuatku menjadi bisa membaur dengan lainnya. Ia mengajarkan sikap egaliter dan profesional dengan sentuhan kekeluargaan. Terima kasih sudah bersedia direpotkan, terlebih memberikan wejangan kepada kami, junior remahan ini. QOTD: Carilah tempat/mereka yang membutuhkan dan menghargaimu, karena di situlah kamu akan tumbuh dan berkembang seperti kupu-kupu.
- Kak Jul. Sebenarnya ketemu pas makan siang. Terlihat jutek padahal aslinya vibing banget. Sempat ngobrol bentar pas makan, dan berlanjut di kereta. Mulai obrolin gym, aMCC (anterior midcingulate cortex), dan julid prakarya unik yang sekarang sudah pasti dilarang persebarannya. Ternyata kita sama-sama INTP dan suka Uhm tae goo. Yeah, we like to observe people, not judge, just notice. She is friendly and easy going banget. Semoga tidak overthinking karena yang kemaren. Hey train sister!! I learned how to appreciate and find the peace in this funny world.
- Berta. Ini roomate dan debate class mate sih pas SMA. Kejadian kocak lainnya adalah bertemu di depan pintu kamar dan langsung jingkrak teriak. What a surprise!! Ternyata dunia ga seluas itu. We did pep talk dan she taught me about relationship. Haha, seriously I didnt know I’ll need that until the right time comes, but I am blessed. Dia mengenalkanku pada Kak Bella yang juga teman dari kakak tingkatku di SMA. Aku sesekali belajar dari mereka cara untuk mengendalikan mimik wajah yang mudah terlihat cuek dan menyebalkan. Haha, sangat menarik bukan?
- The mom’s anabul, Alya. Aku masih ingat ceritamu yang sempat lost contact dengan teman sekamarmu selama 1 jam pertama. Haha, masih ingat gimana kamu nyeritain dengan jelas namun terburu karena dikejar waktu. Aku, kak uta, dan kak putri hanya bisa tertawa. It’s still hard to know we did not take our photo together properly. Semoga anabul di rumah baik-baik saja dan sehat. Karena kita babu harus melanjutkan sekolah di negeri orang, semoga mereka tidak kesepian.
- Kak Wahyu, kagama juga ternyata. Rela berbicara panjang lebar menjelaskan bagaimana membangun karirnya dari awal, dan alasan melanjutkan studi. Keren banget kak bisa keliling Indonesia dan menikmati alam yang luar biasa. Ceritanya compact banget buat aku yang sangat curious dengan peta Indonesia (tambahang-hutan-dll) dengan segala kepentingan di baliknya. Sikapnya sangat santuy tapi tegas, mungkin karena ia telah menemukan perannya di bumi. And what about me? Lol.
- Kak putri. Entah kenapa hari pertama tiba-tiba duduk dengan dokter baik ini, kebetulan saat dia membaca buku karya Carlo Rovelli tentang fisika kuantum. Hari yang sama dengan ulang tahun kak Uta, dan akhirnya kita bertiga memutuskan bertukar kado. Sayangnya belum sempat diskusi banyak dengan kak Putri, semoga besok kesampaian untuk ngobrol lama di sydney. Haha.
- The Julid tim Weekuri. Hari kedua aku tidak sengaja bersebelahan dengan Kak Alif dan Sasa. Mereka seperti kutub, satu kalem satunya tidak. Sejujurnya Kak Alif lah yang memulai perang prakarya itu di grup. Setelah mengirim foto yang proper, lalu kami mulai membuat prakarya dengan apa adanya. Terlebih Kak Sinan selaku tim kritis dan kak Okta juga mendukung. Mereka banyak sekali mengkritisi materi dan bertanya hubungan materi dengan kebutuhan peserta sendiri. Apakah sudah menjawab? Apakah sesuai? Apakah berlebihan? Atau malah tidak berarti sama sekali? Tentu saja, kita hanya bisa berargumen dan berasumsi, setidaknya kali ini kita menyertakan data yang hirarki dan setara. Aku masih teringat pertanyaan yang tidak jadi ditanyakan kak Alif ke Pak Helmy, tentang bagaimana mengubah dan menanamkan mindset untuk lebih memanusiakan manusia lainnya, terlebih mereka yang memiliki ‘kemampuan khusus’. Kak Shafira juga partner yang kritis dan keren saat diskusi. Walau hanya sebentar duduk bersebelahan tapi serasa vibing aja frekuensinya. I like to discuss this country’s future with them someday.
- Solo squad. Berangkat dan pergi dengan Kak Filza, Kak Siddiq, dan Kak Sahid. Ngobrol tentang BRIN, research, dan kependudukan. Sedikit klise, tapi memang masalah Indonesia tidak segitu mudahnya diselesaikan dari dalam atau dari sistem. Perlu titik balik, perlu turning over atas hal yang menimpanya sekarang. Entah kapan dan di mana, tapi bukankah sebelum melesat maka kita perlu merendah dahulu.
The things I really appreciate adalah mereka yang bersedia bertemu dan belajar hal baru. Jadi ingat kata seseorang,
“Always empty your glass, when you meet people”
karena bisa jadi dia (orang/peristiwa) akan menuangkan pengalaman dan kebaikan ke gelas kita. Jika gelas kita penuh atau kotor, maka air nya akan tumpah atau berubaha warna dan tidak jernih. Aku sebagai seseorang yang menurutku ‘beruntung’ lolos beasiswa merasa bersedia untuk belajar apapun hal baik dari mereka. Tidak hanya pengalaman tapi juga bagaimana membaca Indonesia 10–20 tahun ke depannya.
Aku sempat skeptis dan apatis dengan masa depan (re: kejadian 10–20 tahun mendatang), melihat bagaimana carut marutnya pemerintahan sekarang. Namun, satu hal yang ku tahu pasti kita tidak hanya bisa memprediksi masa depan, kita bisa mengubahnya. Ibarat heart rate dan resiliensi yang bisa diperlebar jangkauannya dengan olahraga dan accomplished goals (re: aMCC), begitu pula dengan waktu. Mereka bersifat lentur dan mudah dibentuk. Lalu, bukankah masa depan adalah bagian dari definisi waktu?
Walau Rovelli menyebutkan bahwa waktu itu sebenarnya tidak ada, ia hanya hasil observasi manusia terhadap satu variabel dengan variabel lainnya. Dengan begitu maka definisi masa depan (Extended future) Indonesia tiap orang bisa berbeda tergantung dari bagaimana mereka menggambarkan kejadian/keadaan saling pada saat itu. Pak Dwi Larso melihat variabel adalah saat di mana pemerintahan Indonesia dipimpin oleh mereka yang memiliki value: berdampak dan bermanfaat bagi sesama, baik secara makro (menempati kursi DPR, misal) atau mikro (pengabdian di ujung Indonesia). Ada rasa saling ingin memberikan dampak luas dan berkelanjutan, yang tidak hanya berkutat pada kepentingan apalagi validasi semata. Selanjutnya saat Bu Rizki Handayani Mustafa mengambil variabel dengan mendefinisikan adanya perubahan yang dilakukan bangsa sendiri. Dari variabel hukum, Mas Uceng (Zainal Arifin Mochtar) mendefinisikan variabel dengan ketiadaan faktor individu atas kebutuhan, keserakahan, gaya hidup, ketidakpedulian, dan cara pandang yang keliru dari segi keagamaan maupun pandangan dunia lainnya, sehingga korupsi tidak langgeng seperti sekarang.
Masih banyak variabel yang bisa definisikan untuk membentuk masa depan. Lalu apa variabel mu?
____________________________________________________________
Setibanya di kamar, aku sempat berdiam di depan kaca. Lelah dan sisa tenaga tergambar jelas di wajahku. Mata itu tak lagi bersinar putih, semburat merah tergambar jelas pula di mata orang-orang yang kutemui sepanjang lorong. Wajar, dunia memang melelahkan dan tempat untuk berlelah bukan?
Sejenak aku mencoba kembali menegaskan intensi dan rencana ke depan. Aku ingin belajar, menemukan teman, mengambil hal baik, dari mereka yang se-visi misi untuk Indonesia. Terdengar klise, mungkin sekarang, tapi tidak tahu besok. Tentang bagaimana dan di mana nanti kita berada, semoga selalu diberikan kemudahan dan keberkahan atas apapun yang dilakukan. Aku berharap terbaik selalu untuk kamu dan kita. Apapun variabel yang akan mempertemukan kita di masa depan, biar Tuhan yang merencanakan. Sesungguhnya Dia adalah sebaik-baik perencana.
See you on any varibles of life.
Rumah, 25 Januari 2025.